Pada kapur-kapur yang menghilang entah kemana,
Ada tangan-tangan yang rela kapalan untuk mengenggamnyaPada tinta-tinta spidol yang setia siap sedia,
Ada tangan-tangan yang rela tercoreng untuk menuangkannya
Tak pernah meroket, menyambit kepalamu yang kepalang batu,
Kapur-kapur melihatmu dengan termanggu
Mereka terganti hanya untuk melihatmu mendungu
Matikah daya juangmu atau tak tahukah kamu akan hal itu?
Selalu menunggu jemarimu tuk maju menulis ilmu,
Tinta-tinta spidol mengering dengan kelu
Mereka hadir hanya untuk mendengarmu menggerutu
Tak punyakah kamu akan tujuan atau musnahkah fungsi dirimu?
Pada papan hitam yang kini sekedar pajangan,
Kamu jadikan orang yang berdiri membelakanginya sebagai sandaran
Pada papan putih yang jadi fokus pandangan,
Kamu jadikan orang yang berdiri membelakanginya sebagai gangguan
Ini nasib kaummu, dihantar hingga semua mudah bagimu
Ini nasib kaummu, bebas menuntut dan mengeluh selalu
Pada kapur-kapur, kamu keluhkan kerja keras
Pada tinta-tinta, kamu ternakan rasa malas
Miris,
Kamu biarkan potensimu terkikis
Semakin miris.
Kamu hanya meringis tanpa mencoba melukis
Sungguh miris..
Kamu banyak mau tanpa bergerak mengais
Lebih miris...
Kamu enggan berpikir logis, tak ingin lalui krisis
Sangatlah miris....
Kamu salahkan pelita gelapmu hingga menangis
Kamu tak pernah tahu, kamu tak pernah mau tahu
Bahwa ada yang berjuang untuk menghantarmu maju
Kamu tak pernah tahu, kamu tak pernah mau tahu
Bahwa ada tangan-tangan yang mengelus dada dengan pilu
Ini nasib kaummu, melemah dengan berbagai alasan yang ada
Ini nasib kaummu, berjalan mundur dengan sendirinya
Komentar
Posting Komentar